Dunia semakin hari semakin canggih.
Kemana-kemana tidak perlu bawa urang cash, cukup dengan hanya bawa kartu saja,
tapi yang jelas bukan kartu berobat, bukan juga kartu pelajar atau mahasiswa,
tapi yang ini namanya kartu kredit.
Mereka yang belanjanya dengan menggunakan kartu kredit
sepertinya akan menambah wibawahnya sendiri, apalagi jika anak muda yag
memakainya, bisa-bisa penulis harus guling-guling lalu bilang “wow”. Karena
memang sepertinya tidak ada yang memakai itu kecuai mereka yang sudah
masuk katagori kaya.
Namun, untuk belanja bakso yang ada dipojokan gang sana,
sepertinya kartu kredit tidak berguna sama sekali, mana ada ada mas-mas yang
jual bakso menerima pembayaran seperti itu, ada-ada mereka malah marah, karena
mungkin anggapan mereka yang belanja seperti itu agak kurang waras, karena
bayarnya bukan dengan uang, tapi dengan kartu.
Akan tetapi, bagaimana gerangan tinjaun syari’ah terhadap
hadirnya kartu kredit ini? Atau jangan-jangan ada anggapan bahwa tidak ada pembahasannya, karena memang di zaman nabi
tidak ada system seperti ini.
Ternyata tidak demikian, syariah Islam itu akan terus
berlaku hingga akhir zaman, dan kemaslahatan ajarannya akan selalu bisa
mengiringi perkembangan zaman.
Fungsi Kartu Kredit
Secara umum kartu redit memiliki dua
fungsi:
Pertama: Fungsi
Penarikan Uang Tunai
Maksudnya adalah penarikan sejumlah uang melalui ATM,
dimana bank penerbit kartu kredit tersebut memberikan pinjaman kepada pemilik
kartu (nasabah), dengan syarat nasabah bisa mengembalikannya pada waktu yang
sudah disepaki sebelumnya, dan biasanya bank akan menarik biaya dari setiap
transaksi seperti ini, bisa tetap, bisa juga disesuaikan dengan rasio dari uang
tunai yang ditarik.
Kedua: Fungsi
Pembayaran Tagihan Barang atau Jasa
Maksudnya adalah bank akan membayarkan setiap tagihan
kepada pihak penjual yang mau menerima pembayran lewat kartu kredit, akan
tetapi bank akan menagih pembayarannya kepada nasabah dalam waktu tertentu yang
sudah disepakati.
Sejatinya, pemilik kartu kreditnya adalah mereka yang
berhutang dengan bank, hanya saja cara kerjanya tidak seperti berhutang seperti
biasa, akan tetapi bank hanya diminta untuk membayarkan setiap tagihan kepada
penjual yang mau menerima pembayaran lewat kartu kredit.
Hanya saja dalam hal ini bank memungut komisi dari pihak
pejual yang besarannya berkisar antara 1-8%, dan bank sama sekali tidak menarik
komisi dari pembeli.
Misalnya Pak Mahadhir berbelanja dengan harga Rp.
100.000,- untuk satu baju yang beliu sukai, lalau Pak Mahadhir melakukan
pembayaran dengan menggunkan kartu kredit, maka dalam hal ini bank akan
membayarkan harga barang yang tadi sudah dibeli oleh Pak Mahadhir ke rekening
penjual dengan memotong komisi yang sudah disepaktinya sebelumnya dengan pihak
penjual.
Anggap saja komisinya 2% dari harga barang, jadi bank
hanya membayarkan Rp. 98.000,- saja kepada pihak pembeli. Lalu kemudian bank
mengaih kepada Pak Mahadhir sebesar Rp. 100,000,- sesuai dengan harga baju yang
tadi beliau beli dalam waktu yang sudah disepakati. Dan biasanya tenggang
waktunya berkisar antara 30-60 hari.
Hukum Menggunkan Kartu
Kredit
Dalam menentukan hukum dari kartu
kredit seperti ini akan disesuaikan dengan aktivitas yang ada di dalamnya. Maka
setidaknya hukumnya terbagi kedalam dua jenis:
1.
Halal
Hukumnya
halal jika pada sa’at kesepakatn tidak ada akad persyaratan membayar uang denda
sekian persen atas keterlambatan pelunasan. Karena memang persyaratan seperti
ini adalah riba.
Jika
ada seorang yang berhutang dengan Pak David sejumlah uang Rp. 1,000,000,- dalam
jangka waktu 1 bulan uang tersebut harus sudah dikembalikan, dan Pak David mensyaratkan adanya denda 2%
dari hutang tersebut jika dalam waktu satu bulan itu belum bisa dilunasi. Hal
seperti ini jelas ribanya, walaupun mereka yang melakukan akad ini sama-sama
ridho.
Mungkin
qiyasnya adalah jika mereka yang berzina sama-sama ridho, kira-kira hukumny apa? tetap
saja hukum zinanya haram. Tidak ada ceritanya bahwa zina menjadi halal lantaran
mereka yang melakukakannya sama-sama ridho. Pun begitu untuk setiap hal yang
haram lainnya yang dalam hal ini adalah riba.
Maka
yang harus dilakukan sebenarnya adalah memberikan kemudahan bagi mereka yang
tidak mampu membayar hutang pada waktunya dengan memberikan waktu tambahan
tanpa adanya penambahan sama sekali. Yang dekian sesuia degan firman Allah SWT
berikut:
وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ
إِلَى مَيْسَرَةٍ
“Dan
jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh sampai
Dia berkelapangan” (QS. Al-Baqarah: 280)
Adapun
potongan komisi yang dilakuakn oleh bank kepada pihak penjual hukumnya mubah,
yang demkian dalam istilah fiqih disebut dengan ujroh samsaroh (komisi
perantara), dan ujroh samsaroh hukumnya mubah, baik potongannya tetap
maupun disesuaikan dengan harga penjualan.
2.
Haram
Maka
sebaliknya hukum menggunakan kartu ini haram jika dalam dalam aqad kesepakan
adanya aqad penambahan jumlah hutang yang harus dibayarkan jika dalam waktu tertentu
tidak bisa melunasinya, sesuai dengan contoh diatas tadi.
Yang
jelas jika hutang bertambah dengan bertambahnya waktu pembayaran hukumnya
adalah riba, dan riba jelas haramnya.
Wallahu A’lam Bisshowab
M.
Saiyid Mahadhir
Posting Komentar